ETIKA DAN PROFESIONALISME
Tema : Kode Etik Profesi
Kode Etik Kedokteran
Disusun Oleh :
Eka Putri Tisna
Y (12111352)
KELOMPOK 2
4KA31
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
Etika Kedokteran
Kode
etik adalah pedoman perilaku yang berisi garis – garis besar, adalah pemandu
sikap dan perilaku. Dalam kedokteran, kode etik menyangkut dua hal yang harus
diperhatikan ialah :
Etik
Jabatan Kedokteran ( Medical Ethics ) : Menyangkut masalah yang
berkaitan dengan sikap dokter terhadap teman sejawat, para pembantunya
serta terhadap masyarakat & pemerintah.
Etik
Asuhan Kedokteran ( Ethics of Medical Care ) : Mengenai sikap &
tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggungjawabnya.
(
Etika Kedokteran, Ratna Samil, 2001 )
Etika
merupakan bagian dari filsafat aksiologi yang mempelajari baik-buruk,
benar-salah, pantas-tidak pantas, dsb. Dalam penggunaan sehari-hari,
nilai/norma dalam masyarakat umum berlaku dan ditentukan oleh masyarakat
tertentu.
Dalam
kode etik oleh Hammurabi, telah disusun bermacam-macam sistem/peraturan
mengenai para dokter. Terdapat pula beberapa bagian mengenai norma-norma tinggi
moral/akhlak dan tanggung jawab yang diharapkan harus dimiliki oleh para dokter
serta petunjuk-petunjuk mengenai hubungan antar dokter-pasien dan beberapa
masalah lain.
Etika Kedokteran mempunyai 3 ( tiga
) azas pokok, yaitu :
1.
Otonomi
a. Hal
ini membutuhkan orang – orang yang kompeten, dipengaruhi oleh kehendak dan
keinginannya sendiri dan kemampuan ( kompetensi ). Memiliki pengertian
pada tiap-tiap kasus yang dipersoalkan memilik kemampuan untuk menanggung
konsekuensi dari keputusan yang secara otonomi atau mandiri telah diambil.
b.
Melindungi mereka yang lemah, berarti kita dituntut untuk memberikan perlindungan
dalam pemeliharaan, perwalian, pengasuhan kepada anak-anak, para remaja dan
orang dewasa yang berada dalam kondisi lemah dan tidak mempunyai kemampuan
otonom (mandiri ).
2. Bersifat
dan bersikap amal, berbudi baik. Dasar ini tercantum pada etik kedokteran yang
sebenarnya bernada negatif ; PRIMUM NON NOCERE “ ( = janganlah berbuat
merugikan / salah ). Hendaknya kita bernada positif dengan berbuat baik
dan apabila perlu kita mulai dengan kegiatan yang merupakan awal kesejahteraan
para individu /masyarakat.
3. Keadilan
Azas ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan perlakuan antar manusia, umpamanya mulai mengusahakan peningkatan keadilan terhadap si individu dan masyarakat dimana mungkin terjadi risiko dan imbalan yang tidak wajar dan bahwa segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk kepentingan golongan lain.
Azas ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan perlakuan antar manusia, umpamanya mulai mengusahakan peningkatan keadilan terhadap si individu dan masyarakat dimana mungkin terjadi risiko dan imbalan yang tidak wajar dan bahwa segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk kepentingan golongan lain.
(
kodeki, MKEK,2002 )
Etika
kedokteran dapat diartikan sebagai kewajiban berdasarkan moral yang menentukan
praktek kedokteran. Selama beberapa dasawarsa terakhir ini, masalah – masalah
etik kedokteran merupakan masalah yang penting ; masyarakat saat ini telah
mempersalahkan secara agresif mengenai bagaimana dan kepada siapa pelayanan
kesehatan diberikan. Perhatian masyarakat kepada masalah etik kedokteran telah
membawa profesi kedokteran kepada kebutuhan yang meningkat mengenai pandangan
masyarakat ini, tidak hanya yang berkenaan dengan hubungan antara dokter –
pasien, tetapi juga bagaimana kemajuan dalam ilmu & teknologi kedokteran
mempengaruhi masalah hak asasi manusia.
Hubungan
antara dokter – pasien adalah hubungan antar manusia – manusia, yang akan
tercapai apabila masing – masing pihak benar – benar menyadari hak &
kewajibannya serta memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Merupakan
pedoman bagi dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek
kedokteran. Tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April
2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran
Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila
Kedokteran Indonesia. Dan sebagai bahan rujukan yang dipergunakan pada saat itu
adalah Kode Etik Kedokteran Internadional yang telah disempurnakan pada tahun
1968 melalui Muktamar Ikatan Dokter Sedunia ke 22, yang kemudian disempurnakan
lagi pada MuKerNas IDI XIII, tahun 1983.
KEWAJIBAN UMUM
Pasal1 Setiap
dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.
Pasal2 Seorang
dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standard
profesi yang tertinggi.
Pasal3 Dalam
melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal4 Setiap
dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal5 Tiap
perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan
dan
kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal6 Setiap
dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan tehnik atau pengobatan
baru
yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal7 Seorang
dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya..
Pasal7a Seorang
dokter harus, dalam setiappraktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan
teknis
dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang ( compassion ) dan
penghormatan atas martabat manusia.
Pasal7b Seorang
dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dansejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan
sejawatnya
yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau
penggelapan,
dalam menangani pasien.
Pasal7c Seorang
dokter harus menghormati hak hak pasien, hak hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus
menjaga
kepercayaan pasien.
Pasal7d Setiap
dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk
insani.
Pasal8 Dalam
melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan memperhatikan semua
aspek
pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-sosial,
serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar benarnya.
Pasal9 setiap
dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus
saling
menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal10 Setiap
dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien.
Dalam
hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien, ia wajib
merujuk
pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal11 Setiap
dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan
penasehatnya
dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal12 Setiap
dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah
pasien
itu meninggal dunia.
Pasal13 Setiap
dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada
orang
lain bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT
Pasal14Setiap
dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal15
Setiap
dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan
prosedur
yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI
SENDIRI
Pasal16 Setiap
dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal17 Setiap
dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
kedokteran/kesehatan
PELANGGARAN / SANKSI PIDANA &
PERDATA KODE ETIK KEDOKTERAN
Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran
Dalam
hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa
melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik
dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan
akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi
satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik
dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan
untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan
dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.
MKDKI
bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”,
yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang
profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang
diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya
pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.
Proses
persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses
persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan
jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh
MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga
pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran
standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula
diperiksa di pengadilan – tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara
keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu
dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.
Persidangan
MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota)
bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan
sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem
pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata,
namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati
ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.
Dalam
melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :
1. Keterangan,
baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait
(pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di
bidangnya yang dibutuhkan
2. Dokumen
yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan
pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin
Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan
dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam
medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
Majelis
etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada
hukum pidana ataupun perdata. Bar’s Disciplinary Tribunal Regulation,
misalnya, membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti
tentang perilaku teradu di masa lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang
mengharuskan didahului dengan pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak
mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak perlu disumpah padainformal hearing,
tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis persidangan yang
lebih tinggi daripada yang informal). Sedangkan
bukti berupa dokumen umumnya di”sah”kan dengan tandatangan dan/atau stempel
institusi terkait, dan pada bukti keterangan diakhiri dengan pernyataan
kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit).
Dalam
persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-bukti
yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard
of proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond
reasonable doubt, namun juga tidak serendah pada hukum acara perdata,
yaitu preponderance of evidence. Pada beyond reasonable doubt tingkat
kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan padapreponderance of evidence dianggap
cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat kepastian
pada perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan.
Semakin serius dugaan pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat
kepastian yang dibutuhkan.5
Perkara
yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI
Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran
disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat
pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagai istilah seperti unacceptable
conduct,unsatisfactory professional conduct, unprofessional conduct, professional
misconduct dan infamous conduct in professional respect. Namun
demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut,
meskipun umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang
serius hingga dapat dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin
praktik.
Putusan
MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat
dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan
dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat
memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di
persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali
lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.
Eksekusi
Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus
Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan
maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
CONTOH KODE ETIK KEDOKTERAN
Kode
etik dokter terdiri dari 17 pasal yang dibagi lagi berdasarkan kewajiban
dokter. Kewajiban tersebut meliputi kewajiban umum yang harus dilakukan semua
dokter berjumlah 9 pasal, kewajiban terhadap pasien, teman sejawat, dan diri
sendiri.
Pada
pasal pertama, ditekankan bahwa dokter harus mengamalkan sumpah dokter. Inti dari
pasal-pasal berikutnya, dokter harus menghindari sifat memuji diri sendiri
serta menghindari perbuatan yang bisa membuat mental pasien turun, kecuali
memang untuk kebaikan mereka. Misalnya saja menyembunyikan penyakit parah dari
sang pasien untuk menjaga semangatnya.
Dalam
melakukan kerjanya, seorang dokter juga harus memberikan pelayanan yang sesuai
dengan bidangnya dan dilakukan dengan penuh kasih saying, serta menjaga
kejujuran. Hak pasien pun harus tetap dijaga. Untuk dirinya sendiri pun seorang
dokter harus menjaga kesehatan agar dapat menjalankan profesinya dengan baik. Selain
itu, dokter diwajibkan mengikuti info terbaru mengenai dunia kesehatan.
Dengan
adanya kode etik seorang dokter, diharapkan pelayanan yang diberikan dan
diterima oleh pasien bisa maksimal, serta tetap mempertahankan rasa kemanusiaan
sekalipun dokter dan pasien sering kali tidak memiliki hubungan darah.
sumber :
https://idicabangkotabaru.wordpress.com/kode-etikkedokteranindonesia/http://doktermedis.blogspot.com/2013/12/kode-etikkedokteran.html
http://www.bimbingan.org/kode-etik-seorang-dokter.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar